Teknologi dewasa ini telah mencapai kemajuan puncaknya hingga ia diciptakan sampai pada taraf kecerdasan buatan manusia atau artificial intelegent. Industri 4.0 ditandai dengan munculnya teknologi digital seperti Big Data, Robotika Internet of Things (IoT) dan Artificial Intelligence (AI) dalam rangka meningkatkan produktivitas, efisiensi, dan efektivitas diberbagai sektor industri melalui optimasi proses dan quality control.
Bahkan teknologi lanjutan 5.0 mengusung gagasan society dengan mengutamakan kolaborasi antara manusia dan mesin, memungkinkan manusia bekerja berdampingan dengan mesin dalam proses produksi untuk meningkatkan efisiensi, kolaborasi, pelayanan konsumen dan efisiensi.
Akan tetapi seiring meningkatnya kualitas teknologi digital maka bermunculan pula persoalan-persoalan baru. Kejahatan siber di jagat maya melalui komputer, perangkat seluler dan jaringan internet justru semakin masif akhir-akhir ini. mulai dari pencurian data (phishing), menyamar menjadi pihak berwajib (spoofing), bertransaksi ilegal (carding), membajak sistem komputer (cracking), peretasan email dan situs lainnya. Notabene para pelakunya justru mereka yang faham tentang pemrograman dan algoritma.
Pusat keamanan siber Indonesia. Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), sepanjang Januari hingga agustus 2020 terdapat 190 juta data dicuri dari berbagai sektor, termasuk sektor keuangan.
Sebagaimana kasus phising yang menimpa nasabah bank BSI beberapa bulan yang lalu. Para Hacker mengklaim mereka berhasil mencuri data pelanggan bank sebesar 1,5 TB. Hal tersebut mengakibatkan kerugian besar dan menurunnya tingkat kepercayaan masyarakat terhadap lembaga keuangan dan pemerintah.
Cyber Crime Tumbuh Subur Dalam Sistem Kapitalisme
Dalam kapitalisme negara hadir hanya sebagai regulator yang mensuport kepentingan para korporat atau para pemilik modal. Teknologi Informasi dan komunikasi hanyalah lahan mencari pundi-pundi pendapatan negara yang boleh saja dijadikan sarana investasi. Membolehkan sektor ini di hegemoni oleh korporasi tertentu selama ia memiliki modal.
Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) tidak dilihat sebagai salah satu kedaulatan negara karena disitu terdapat data-data strategis milik pemerintah dan kependudukan yang harusnya dilindungi oleh negara. Sayangnya, keamanan siber ini tidak ditangani secara serius, beberapa kali lembaga strategis pemerintah justru menjadi bulan-bulanan karena pertahanan keamanan yang lemah dengan mudah dibobol. Sehingga kedepan tidak ada jaminan kasus serupa tidak terulang lagi.
TIK tidak pula dipandang sebagai aset negara yang bisa dimanfaatkan oleh musuh untuk melumpuhkan negara dalam kondisi tertentu. Alih-alih mengatasnamakan pemulihan ekonomi justru TIK dijual kepada negara lain oleh pemerintah sendiri.
Penjualan aset BUMN Indosat tahun 2002 adalah contoh bagaimana negara tidak menganggap sektor TIK sebagai aset negara. Padahal saat itu indosat adalah BUMN yang terhitung menguntungkan dijual seharga 5,6 triliyun pada tahun 2002 kepada perusahaan SP Telemedia Singapura. Lima tahun kemudian SP Telemedia meraup keuntungan berkali lipat setelah menjual seluruh saham Indosat dari Indonesia kepada Qatar Telecom Q.S.C.
Oleh karenanya wajar jika teknologi TIK di era sistem kapitalisme hanya dipandang sebagai produk dan jasa yang bisa dijual sewaktu-waktu jika dibutuhkan.
Sementara Cybersecurity dan perlindungan data hanyalah formalitas semata. Cybercrime diatur dalam Undang-Undang Transaksi Elektronik Nomor 8 Tahun 2011 sebagaimana telah diubah menjadi Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 (UU ITE) pasal 27-30.
Aktifitas Hacking diatur dalam pasal 30 ayat 1,2 dan 3. Kemudian ketentuan pidana hukuman penjara dan denda; (1) 6 tahunpenjara dan denda 600.000.000 ,(2) 7 tahun penjara dan denda 700.000.000, (3) 8 tahun penjara dan denda 800.000.000.
Ancaman hukuman tersebut belum mampu menggetarkan para Cracker, istilah untuk aktivitas hacking yang memiliki ketertarikan untuk mencuri informasi , melakukan berbagai macam kerusakan dan sesekali waktu juga mekumpuhkan seluruh sistem komputer.
Kendala-kendala yang muncul dalam cybersecurity dan perlindungan data di Indonesia sebagai berikut:
Pertama, Personil cyber police Indonesia hanya beranggotakan 58 anggota, tentunya tidak sepadan dengan laporan kasus yang masuk di kepolisian.
Kedua, citra kepolisian kita yangterkenal korup membuat Masyarakat kurang percaya terhadap kinerja kepolisian RI hari ini.
Ketiga, minimnya tenaga ahli di bidang TIK dan terbatasnya sarana prasarana yang memadai dalam menunjang keamanan jaringan dan pelacakan pelaku cyber crime dan perlindungan data yang kokoh.
Keempat, Pemerintah yang setenah hati dan korup juga membuat Masyarakat kehilangan kepercayaan dan pesimis atas kinerja mereka.
Problem solving
Di dalam Islam, sistem informasi ditangani lembaga Penerangan yang sifatnya mandiri, Lembaga Penerangan ini meliputi 2 jawatan utama;
Pertama, jawatan yang tugasnya mengurusi informasi yang berkaitan dengan negara, seperti masalah-masalah kemiliteran, industrii militer, hubungan internasional dan sebagainya.
Tugas jawatan ini mengontrol secara langsung informasi-informasi semisal ini. Informasi-informasi jenis ini tidak boleh dimuat di media resmi negara ataupun media swasta kecuali setelah diajukan kepada Lembaga Penerangan (dan mendapat persetujuan). Hal ini meminimalisir upaya pencurian data penting dan strategis suatu negara yang pada era teknologi digital saat ini bisa dilakukan baik oleh para hackher yang beraktivitas sekedar melakukan penetrasi, kekuatan pertahanan sistem informasi negara ataupun craker yang sengaja menjebol dan mencuri data.
Termasuk tidak boleh negara menjual asset penting yang dimana didalamnya terdapat sistem informasi. Seperti penjualan BUMN Indosat kepada negara asing. Hal tersebut sama dengan menyerahkan senjata dengan sukarela kepada musuh.
Kedua, Jawatan yang dikhususkan mengurusi- informasi informasi jenis yang lain. Kontrol jawatan ini terhadap informasi-informasi tersebut dilakukan secara tidak langsung. Media resmi negara atau media swasta tidak memerlukan izin untuk menyebarkan informasi tersebut.
Negara memiliki tanggung jawab dan berperan penting dalam mengawasi dan melindungi setiap warganya. Sistem Informasi dan komunikasi tidak diberikan kepada korporasi dan asing. Karena hal tersebut merupakan rahasia negara dan kedaulatan negara.
Di dalam Islam, pengamanan ruang digital terkait dengan keamanan dan pengamanan negara, baik di darat dan di laut, tetapi juga merambah pada ruang siber dalam rangka menjaga territorial. Jika ada yang melakukan pelanggaran maka departemen peradilan akan memberi sanksi. Tentunya para hakimnya (Qadi) telah dibekali pemahaman terkait kejahatan diruang digital.
Di dalam masyakat Islami tidak ada tempat bagi pemikiran-pemikiran yang rusak dan merusak; juga tidak ada tempat bagi berbagai pengetahuan yang sesat dan menyesatkan. Masyarakat yang Islami akan membersihkan keburukan berbagai pemikiran atau pengetahuan, akan memurnikan dan menjelaskan kebaikannya serta senantiasa memuji Allah, Tuhan semesta alam.
Solusi Sistemik Cybersecurity dan Perlindungan Data